Indonesia sejak diproklamasikan sebagai negara merdeka, mengalami berbagai macam perubahan sistem politik yang digunakan. Sistem demokrasi yang digunakan di Indonesia pun bukan sistem demokrasi “polosan”, dalam artian telah dicampur adukkan dengan budaya-budaya Indonesia, yakni Pancasila. Banyak argumen-argumen mengenai sistem yang dianut negara kita. Perubahan sistem terjadi sebagai proses penyesuaian kepada masyarakat Indonesia sendiri, sayangnya ada pihak-pihak yang memanfaatkan hal tersebut demi kepentingan pribadinya. Bahkan sebagian orang menyebut sistem yang digunakan bukan demokrasi tetapi democreazy.
Membahas mengenai apakah Indonesia telah menggunakan sistem demokrasi yang benar, tak lepas dari pembahasan pengertian dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “Kratei” yang berarti pemerintah. Dari dua kata tersebut bisa kita ambil arti sempitnya, sebagai Sistem pemerintahan yang kekuasaan tertingginya dipegang oleh rakyat. Dalam KBBI, demokrasi adalah pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, pemerintahan rakyat maupun gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Aristoteles sebagai tokoh filsuf terkenal memberikan pengertian demokrasi sebagai suatu kebebasan, yang artinya kebebasan setiap warga negara dapat berbagi kekuasan, Aristoteles mengutarakan bahwa setiap warga negara itu setara dalam jumlah, yaitu satu individu, dalam demokrasi tidak ada penilaian terhadap tingginya nilai individu tersebut, setiap warga negara sama. Abraham Lincoln, presiden amerika serikat ke-16 memberikan definisi demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan penting dalam suatu pemerintah yang baik secara langsung maupun tidak langsung didasarkan oleh kepentingan mayoritas dengan berdasarkan hak yang diberikan kepada rakyat biasa. Sedangkan Samuel Huntington menjelaskan demokrasi ada jika setiap pemegang kekuasaan dalam suatu negara dipilih secara umum, adil, dan jujur, para peserta boleh bersaing secara bersih, dan semua masyarakat memiliki hak setara dalam pemilihan.
Dari pengertian para ahli tersebut bisa kita simpulkan bahwa demokrasi memberikan tempat kepada semua lapisan masyarakat agar ikut berkontribusi, dengan memberi kesetaraan kepada masyarakat dengan penguasa, agar pemerintahan tidak terlalu dikuasai oleh pihak penguasa. Karena semboyan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Demokrasi dikategorikan berdasarkan penyaluran kehendak rakyat, fokus perhatiannya, dan ideologi apa yang dipakai. Pada kategori ideologi, setiap negara menggunakan sistem demokrasi yang berbeda-beda. Secara umum terdapat tiga jenis demokrasi berdasarkan ideologinya, yaitu demokrasi liberal, demokrasi rakyat, dan demokrasi pancasila. Demokrasi liberal menekankan kepada kebebasan individu yang sering mengabaikan kepentingan umum. Demokrasi rakyat didasari dari paham sosialisme dan komunisme yang mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dilakukan oleh pemimpin negara dimana segala keputusan dan pemikiran berpusat pada pemimpin negara tersebut. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumber dari tata nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia dengan berasaskan musyawarah mufakat yang mengutamakan kepentingan umum. Demokrasi pancasila berasal dari indonesia.
Lalu sistem pemerintahan manakah yang digunakan Indonesia ? Indonesia menggunakan sistem demokrasi Pancasila, dimana Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Namun dalam perjalannya tidak sebaik yang kita kira dan pelaksanaannya di Indonesia banyak pelanggaran yang dilakukan. Banyaknya penguasa yang menggunakan sistem demokrasi yang melenceng dari nilai-nilai Pancasila.
Sistem pemerintahan di Indonesia sejak era Soekarno atau yang disebut orde lama, telah menggunakan berbagai macam sistem pemerintahan. Pada masa orde lama masih banyak melakukan trial and error. Seperti yang kita tahu pada masa itu Presiden Soekarno telah beberapa kali mengganti cabinet, yaitu :
- Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
- Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
- Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
- Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
- Kabinet Burhanudi Harahap (12 Agustus 1955-3Maret 1956)
- Kabinet Alisastroamidjojo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)
- Kabinet Karya (9 April 1957-10 Juli 1959).
Untuk mengetahui apakah Indonesia sejak awal kemerdekaan telah menggunakan sistem demokrasi yang benar atau sebaliknya, mari kita lihat dinamika demokrasi yang ada di Indonesia.
- Demokrasi di masa revolusi (1945-1949)
Empat tahun ini merupakan masa-masa sulit dalam menerapkan sistem demokrasi. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Indonesia masih disibukkan dengan perjuangan menghadapi Belanda yang masih ingin menguasai tanah air Indonesia. Akibatnya penerapan sistem demokrasi presidensial masih belum berjalan dengan baik.
- Demokrasi parlementer (1949-1950)
Pada periode ini diberlakukan konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) atas hasil dari perjanjian Linggarjati. Sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi parlementer semu. Namun konstitusi RIS tidak bertahan lama, karena pada umumnya rakyat menolak RIS. Sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
- Demokrasi Parlementer / liberal (1950-1959)
Setelah kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dari RIS, diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Periode ini kabinet sering diganti sehingga pebangunan tidak berjalan dengan lancar. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
- Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Periode inilah yang disebut masyarakat sebagai orde lama. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”. Karena menurut presiden Soekarno partai-partai politik terlalu berorientasi pada ideologinya sendiri dan mengabaikan kepentingan politik nasional. Presiden Soekarno juga mengatakan demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai Pancasila. Adanya pemusatan kekuasaan ditangan presiden, menyebabkan penyimpangan dan penyelewenga terhadap pancasila dan ud 1945. Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, merupakan tanda berakhirnya masa orde lama.
- Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah berakhirnya era orde lama, maka dibukalah lembaran era orde baru yang dipimpin Soeharto sebagai Presiden. Era orde baru berkomitmen untuk melaksanakannya demokrasi Pancasila dengan seutuhnya. Pada masa Presiden Soeharto ditandai dengan adanya program Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), tujuannya untuk menciptakan manusia Pancasila. Namun, dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden
tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga
terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek demokrasi menjadi
semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah. Orde baru berakhir setelah Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya.
- Demokrasi Pancasila (1998-sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada era reformasi didasarkan pada pancasila dan UUD 1945, dengan menyempurnakan pelaksanaannya dan memperbaiki peraturan yang tidak demokratis. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tingga dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legisltif dan yudikatif.
Dari penjelasan diatas kita tahu terjadi dilema pada pemerintah, seperti yang terjadi pada Soekarno saat merubah demokrasi parlementer menjadi demokrasi terpimpin. Awalnya Soekarno mengira demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang berjiwa Pancasila, dan kesalahan penafsiran nilai sial ke empat dari Pancasila. Begitu pula dengan Soeharto, melalui program Penataran P-4, diharapkan nilai Pancasila dapat diterapkan disegala bidang termasuk demokrasi. Tetapi yang disebut manusia pasti ada lalainya. Soeharto dianggap masyarakat menyalahgunakan kekuasaan. Pada orde reformasi, sistem demokrasi mengalami perbaikan. Walaupun keadaannya masih leih baik dari pada saat orde lama dan orde baru, masih ada pelanggaran yang dilakukan didalamnya seperti memanipulasi suara saat Pemilu.
Diawal kemerdekaan, telah disepakati demokrasi Pancasila yang sesuai diterapkan di Indonesia. Hal itu sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945. Namun dalam pelaksaannya, pemerintah dan masyarakat belum siap. Sehingga Indonesia belum dapat melaksanakan demokrasi Pancasila.