Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirobbil‘alamin, setelah kita liburan semester cukup lama akhirnya kita memasuki masa-masa aktif berkuliah, dan insyaallah mulai sibuk dan banyak tugas lagi. Selama liburan pernahkah anda berfikir berapa banyak pengetahuan yang anda miliki dan berapa banyak ilmu yang telah dipelajari. Apa kegunaan ilmu yang kita pelajari selama ini, apa esensi dari ilmu kita dapat. Lalu tahukah anda sebenarnya ilmu dan pengetahuan itu berbeda dan dimana letak perbedaannya. Apakah setiap ilmu adalah pengetahuan atau setiap pengetahuan adalah ilmu.
Semua pertanyaan seperti itu akan dibahas dalam filsafat ilmu. Secara garis besar filsafat ilmu menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu, pada bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu tersebut. Dan pada kesempatan kali ini saya mencoba membahas entrepreneur dari sudut pandang filsafat ilmu.
Apa yang ada dalam pikiran anda jika ada seseorang yang mengatakan entrepreneur, mungkin akan terbayang seseorang memakai setelan jas rapi, memiliki lapangan pekerjaan, berjiwa pengusaha, dan memiliki uang banyak. Istilah entrepreneur sama dengan wiraswasta, yaitu orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya (http://kbbi.web.id/wirausaha_wiraswasta). Sedangkan entrepreneurship adalah sebuah cara berpikir dan bertindak yang didasari oleh kemampuan melihat dan menangkap peluang (prof. Rhenald Kasali, 2012).
Entrepreneur sangat penting untuk mengisi pendapatan negara di Indonesia, karena dengan semakin banyaknya jumlah pengusaha di Tanah Air dapat menaikkan penerimaan pajak negara. Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) memberi contoh, setiap satu perusahaan baru yang dibentuk terdapat 40 persen “saham pemerintah” dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Pertambahan Nilai, dan PPh 21 (Himawan, 2016).
Menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, mengatakan sebuah negara maju ialah negara yang memiliki 2 persen wirausaha dari jumlah penduduk (Pratomo, 2014). Namun kondisi di Indonesia saat ini baru memiliki 1,5 persen pengusaha dari sekitar 252 juta penduduk Tanah Air. Indonesia masih membutuhkan sekitar 1,7 juta pengusaha untuk mencapai angka dua persen. Sedangkan di negara Asean seperti Singapura tercatat sebanyak 7 persen, Malaysia 5 persen, Thailand 4,5persen, dan Vietnam 3,3persen jumlah pengusahanya (Himawan, 2016).
Telah kita ketahui tujuan peningkatan entrepreneur di Indonesia dan berapa persen jumlah target yang dicapai, lalu apa yang menyababkan entrepreneur di Indonesia jumlahnya masih sangat kurang. Menurut apa yang saya amati saat ini kecenderungan mahasiswa-mahasiswa yang duduk di perguruan tinggi termasuk mahasiswa tingkat akhir, serta para sarjana yang baru saja lulus lebih menginginkan pekerjaan yang mapan dengan mendapatkan status yang terhormat dan banyak menghasilkan pendapatan setelah menyelesaikan pendidikannya seperti menjadi seorang pekerja pada perusahaan-perusahaan besar maupun instansi pemerintah (menjadi PNS) guna menjamin masa depan mereka.
Dan menurut saya mental menjadi pekerja telah terbentuk sejak penjajahan belanda, pada pemerintahan belanda menggunakan politik devide et empera, dengan politik tersebut menarik orang-orang Indonesia untuk bekerja pada pemerintah Belanda. Penduduk pribumi diberi jabatan yang tinggi seperti asisten, administrator, sampai jadi Bupati atau Demang, dengan penampilan rapi, bersih, terlihat intelek sehingga terlihat keren oleh masyarakat dan lama kelamaan profesi menjadi pegawai itu menjadi primadona bagi setiap wanita atau orang tua untuk mencarikan jodoh anak perempuannya. Bagaimana tidak meresap ke pemikiran orang-orang indonesia hingga saat ini kalau belanda menjajah bangsa Indonesia selama 350 tahunsedangkan kita baru merdeka 71 tahun.
Banyak upaya yang dilakukan agar masyarakat Indonesia minat dalam bidang entrepreneur, salah satunya adanya potency and entrepreneurship program (PEP), PEP adalah program untuk mengetahui potensi siswa SMA dalam entrepreneurship yang dimulai dari pemetaan potensi kewirausahaan siswa (Cholichul Hadi, Ismail Suardi Wekke, Andi Cahaya, 2014).
Sebagian mahasiswa yang memulai usaha saat kuliah atau ingin menjadi seorang entrepreneur setelah lulus karena motivasi yang mendorong seseorang untuk merasakan pekerjaan bebas, keberhasilan diri yang dicapai, dan toleransi akan adanya resiko, berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal, atau berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapat untung (Susanto, 2000) dalam (Oktarilis, 2012).
Mungkin sedikit yang bisa saya tulis mengenai entrepreneur dari sudut pandang filsafat ilmu semoga dapat bermanfaat dan menggerakkan kita untuk memajukan indonesia melalui dunia entrepreneur. Kritik dan saran sangat saya butuhkan agar kedepannyanya saya dapat lebih baik lagi dalam menulis artikel. Terimakasih
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
References
Cholichul Hadi, Ismail Suardi Wekke, Andi Cahaya. (2014). Entrepreneurship and Education : Creating Business Awarness for Students in East Java Indonesia. social dan behavioral science, 460-462.
Himawan, A. (2016, mei 9). Jumlah Pengusaha di Indonesia Baru 1,5 Persen dari Total Penduduk. Retrieved from http://www.suara.com/: http://www.suara.com/bisnis/2016/05/09/133306/jumlah-pengusaha-di-indonesia-baru-15-persen-dari-total-penduduk
Oktarilis, N. S. (2012). PENGARUH FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMOTIVASI. wirausaha, 1-18.
Pratomo, H. B. (2014, juli 13). 4 Sebab jumlah wirausaha Indonesia sulit bertumbuh. Retrieved from www.merdeka.com: https://www.merdeka.com/uang/4-sebab-jumlah-wirausaha-indonesia-sulit-bertumbuh.html
prof. Rhenald Kasali, P. (2012). Cracking Entrepreneurs. jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
0 komentar:
Posting Komentar